10-03-2014, 08:55 PM
Tahukah kamu, bahwa 1/3 warga bumi ini udah
'hidup' di sosial media. iya, itu termasuk kita.
Udah jelas, bahwa sosial media suaaangat
mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan
bermasyarakat. Eits, nggak usah jauh-jauh dulu
deh sampe ngomongin pengaruhnya ke
masyarakatnya. Soalnya, ke tubuh kita sendiri
aja sosial media udah membawa dampak yang
signifikan.
Sebelum sosial media menginvansi otak kita
sampai ke akar-akarnya, lebih baik kita pelajari
dulu nih dampaknya media sosial pada otak kita:
1. Otak Kita Bisa Dibuat Ketagihan
lagi buka browser yang pertama dibuka
Facebook
lagi ngerjain tugas, dikit-dikit buka
Facebook
lagi naik ojek, buka Twitter
lagi ijab kabul, bilang 'saaah'nya di status
Path
lagi buka facebook, Path, Twitter, dkk.
Nggak bisa lepas
Udah lah, ngaku aja, kita-kita ini emang udah
ketagihan banget sama yang namanya sosial
media. Penelitian aja membuktikan kalau 5-10
persen pengguna internet di dunia ini merasa
kesulitan lepas dari media sosial. Mencet tombol
Log Out tuh udah kayak mencet tombol 'danger'.
Sekali-kalinya log out juga ya untuk pindah
akun.
Internet addiction disorder (IAD) salah satunya
disebabkan karena kita bisa sangat mudah
ngedapetin reward—berupa Likes
(penghargaan), atensi, serta komentar—dengan
usaha yang gampil. Adiksi berinternet ini mirip
kayak adiksi yang ditimbulkan narkoba yang
bisa mengontrol proses emosi, jangkauan
perhatian serta pengambilan keputusan.
2. Konsentrasi (sangat) mudah Terpecah Akibat
Kebiasaan Multitasking
Sambil ngeliat Facebook di PC, kita
ngescroll feed Instagram di ponsel
Sambil peluk pacar, sambil ngatur tongsis
untuk selfie
sambil nyetir motor kopling, kita bikin
kultwit soal safety riding
sambil nonton tv, kita cek email di tablet.
Terlalu banyaknya ragam gadget, aplikasi serta
media sosial membuat kita ingin
menggunakannya semua dalam satu waktu.
Apalagi semuanya menawarkan kecanggihan
dan kesenangan. Dari gadget satu pindah ke
gadget lain, dari akun media sosial yang satu ke
media sosial yang lain. Kita seolah tak punya
kendali untuk konsentrasi pada satu perangkat
saja.
Kebiasaan multitasking ini membuat pelaku
sangat rentan terhadap intervensi atau distraksi.
Pelaku mudah terganggu, konsentrasi mudah
pecah, dan kesulitan menyerap informasi.
Sebaliknya, pengguna media yang tidak
bermultitasking, justru cenderung mudah
berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.
Dan mereka cenderung lebih bahagia ketika
bermedia sosial. Catet tuh!!
3. Otak Jadi Terlalu Peka Sama Notifikasi
ada bunyi "tik tok", langsung ngecek hape.
Padahal itu bunyi bel rumah
ada geter-geter, langsung ngecek hape.
padahal itu gempa bumi
ada yang nyolek-nyolek kantong, langsung
ngecek hape. padahal itu copet.
Begitulah! Media sosial yang selalu memberikan
notifikasi tiap kali ada update ternyata
berdampak negatif pada sistem syaraf kita.
Karena terbiasa melihat ponsel tiap kali tanda
notifikasi masuk, kita jadi kerap mengira tanda
apa pun (bunyi, getaran, dll) yang mengena ke
indera, kita kira sebagai notifikasi dari media
sosial yang harus segera kita tanggapi. Gejala
inilah yang disebut sebagai phantom vibration
syndrome. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Michelee Drouin, 89% dari 290 sampel
penelitiannya pernah mengalami sindrom ini.
4. Bikin Hati Senang
Menurut data dari TollFreeForwarding, twitteran
10 menit bisa memicu keluarnya hormon
oksitosin sebanyak 13%. Hormon oksitosin ini
dikenal sebagai hormon yang bikin kita hepi.
Udah gitu, penelitian lain juga bilang kalau
bersosmed-ria emang bikin kita senang dan
puas karena bersosmed itu 80% melibatkan diri
kita untuk berinteraksi dengan orang banyak.
Hal ini menyebabkan kita gemar
mengekspresikan diri dan terobsesi pada diri
kita sendiri. Gejala tersebut merangsang tubuh
untuk mengeluarkan hormone dopamine, sebuah
hormon yang keluar kita sangat merasa senang,
puas dan orgasme. Wuihh.
Begitulah bro, sis. Gimana nih? gawat juga sih
yah. Ada kah satu atau lebih dari dampak di atas
yang udah kalian rasakan? Mengetahui dampak-
dampak sosial media tersebut, maka penting
bagi kita untuk menjaga keseimbangan antara
interaksi di dunia maya dan interaksi dunia
nyata. Selain itu, kendali diri juga sangat
diperlukan agar kita tidak begitu saja hanyut di
belantara dunia maya ini
'hidup' di sosial media. iya, itu termasuk kita.
Udah jelas, bahwa sosial media suaaangat
mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan
bermasyarakat. Eits, nggak usah jauh-jauh dulu
deh sampe ngomongin pengaruhnya ke
masyarakatnya. Soalnya, ke tubuh kita sendiri
aja sosial media udah membawa dampak yang
signifikan.
Sebelum sosial media menginvansi otak kita
sampai ke akar-akarnya, lebih baik kita pelajari
dulu nih dampaknya media sosial pada otak kita:
1. Otak Kita Bisa Dibuat Ketagihan
lagi buka browser yang pertama dibuka
lagi ngerjain tugas, dikit-dikit buka
lagi naik ojek, buka Twitter
lagi ijab kabul, bilang 'saaah'nya di status
Path
lagi buka facebook, Path, Twitter, dkk.
Nggak bisa lepas
Udah lah, ngaku aja, kita-kita ini emang udah
ketagihan banget sama yang namanya sosial
media. Penelitian aja membuktikan kalau 5-10
persen pengguna internet di dunia ini merasa
kesulitan lepas dari media sosial. Mencet tombol
Log Out tuh udah kayak mencet tombol 'danger'.
Sekali-kalinya log out juga ya untuk pindah
akun.
Internet addiction disorder (IAD) salah satunya
disebabkan karena kita bisa sangat mudah
ngedapetin reward—berupa Likes
(penghargaan), atensi, serta komentar—dengan
usaha yang gampil. Adiksi berinternet ini mirip
kayak adiksi yang ditimbulkan narkoba yang
bisa mengontrol proses emosi, jangkauan
perhatian serta pengambilan keputusan.
2. Konsentrasi (sangat) mudah Terpecah Akibat
Kebiasaan Multitasking
Sambil ngeliat Facebook di PC, kita
ngescroll feed Instagram di ponsel
Sambil peluk pacar, sambil ngatur tongsis
untuk selfie
sambil nyetir motor kopling, kita bikin
kultwit soal safety riding
sambil nonton tv, kita cek email di tablet.
Terlalu banyaknya ragam gadget, aplikasi serta
media sosial membuat kita ingin
menggunakannya semua dalam satu waktu.
Apalagi semuanya menawarkan kecanggihan
dan kesenangan. Dari gadget satu pindah ke
gadget lain, dari akun media sosial yang satu ke
media sosial yang lain. Kita seolah tak punya
kendali untuk konsentrasi pada satu perangkat
saja.
Kebiasaan multitasking ini membuat pelaku
sangat rentan terhadap intervensi atau distraksi.
Pelaku mudah terganggu, konsentrasi mudah
pecah, dan kesulitan menyerap informasi.
Sebaliknya, pengguna media yang tidak
bermultitasking, justru cenderung mudah
berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.
Dan mereka cenderung lebih bahagia ketika
bermedia sosial. Catet tuh!!
3. Otak Jadi Terlalu Peka Sama Notifikasi
ada bunyi "tik tok", langsung ngecek hape.
Padahal itu bunyi bel rumah
ada geter-geter, langsung ngecek hape.
padahal itu gempa bumi
ada yang nyolek-nyolek kantong, langsung
ngecek hape. padahal itu copet.
Begitulah! Media sosial yang selalu memberikan
notifikasi tiap kali ada update ternyata
berdampak negatif pada sistem syaraf kita.
Karena terbiasa melihat ponsel tiap kali tanda
notifikasi masuk, kita jadi kerap mengira tanda
apa pun (bunyi, getaran, dll) yang mengena ke
indera, kita kira sebagai notifikasi dari media
sosial yang harus segera kita tanggapi. Gejala
inilah yang disebut sebagai phantom vibration
syndrome. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Michelee Drouin, 89% dari 290 sampel
penelitiannya pernah mengalami sindrom ini.
4. Bikin Hati Senang
Menurut data dari TollFreeForwarding, twitteran
10 menit bisa memicu keluarnya hormon
oksitosin sebanyak 13%. Hormon oksitosin ini
dikenal sebagai hormon yang bikin kita hepi.
Udah gitu, penelitian lain juga bilang kalau
bersosmed-ria emang bikin kita senang dan
puas karena bersosmed itu 80% melibatkan diri
kita untuk berinteraksi dengan orang banyak.
Hal ini menyebabkan kita gemar
mengekspresikan diri dan terobsesi pada diri
kita sendiri. Gejala tersebut merangsang tubuh
untuk mengeluarkan hormone dopamine, sebuah
hormon yang keluar kita sangat merasa senang,
puas dan orgasme. Wuihh.
Begitulah bro, sis. Gimana nih? gawat juga sih
yah. Ada kah satu atau lebih dari dampak di atas
yang udah kalian rasakan? Mengetahui dampak-
dampak sosial media tersebut, maka penting
bagi kita untuk menjaga keseimbangan antara
interaksi di dunia maya dan interaksi dunia
nyata. Selain itu, kendali diri juga sangat
diperlukan agar kita tidak begitu saja hanyut di
belantara dunia maya ini